Kamis, 22 Desember 2011

Siti Harbianti A1D106133
PENDIDIKAN UNTUK
SI MISKIN

 Pada setiap tahun ajaran baru, dapat kita saksikan pemandangan menarik; penerimaan siswa baru dari tingkat TK-SLTA, juga mereka yang berebut kursi di bangku perguruan tinggi. Bagi kalangan menengah ke atas, tidak terlalu menjadi masalah bagaimana mereka bisa melanjutkan pendidikan. Dengan NEM yang mereka miliki serta dana yang tersedia, mereka dengan mudah dapat meraih kursi di sekolah yang diidamkan.
Jauh sebelum ujian, mereka mempersiapkan diri dengan les privat, bimbingan tes dan berbagai kursus untuk meraih NEM tinggi. Sementara anak-anak yang berasal dari keluarga miskin, mereka pasti mengalami kesulitan. Berbekal NEM yang rendah dan dana serba terbatas, praktis mereka tidak mempunyai pilihan. Bahkan, sekalipun NEM memadai untuk melanjutkan ke sekolah bermutu, mereka tidak akan pernah bisa masuk dengan persyaratan yang rumit serta biaya yang mahal.
 Kita merasakan betapa akses ke dunia pendidikan tidak diperoleh semua kalangan. Orang kecil terutama, selalu termarginalisasi oleh perkasanya pasar dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Mereka tidak saja sukar untuk menaikkan taraf hidup dengan memperoleh pendidikan yang layak, mereka juga dengan mudah diperlakukan tidak adil oleh mereka yang menguasai pangsa pasar. Sekolah-sekolah zaman sekarang lebih mirip industri yang kapitalistis ketimbang sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan bangsa, untuk sekolah. Fungsi sekolah yang di masa lalu mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, di masa kini tidak ubahnya lahan bisnis yang subur.
Banyak sekolah didirikan semata-mata untuk mengeruk uang dan keuntungan. Dengan NEM yang rendah dan biaya yang sangat sedikit, masihkah ada peluang untuk memperoleh pendidikan? Kisah-kisah semacam ini menjadi menarik, ketika mereka mengatakan telah mendatangi sekolah-sekolah untuk mendaftarkan diri tetapi ditolak karena tidak ada biaya. Ironis memang.
Sekalipun banyak pihak menyadari -- juga termasuk pengelola pendidikan -- perlunya pendidikan bagi kaum miskin, tetapi jangankan bisa sekolah, untuk makan sehari-hari saja susah payah. Apalagi biaya sekolah kian hari kian mahal. Idealnya biaya pendidikan tidak dibebankan kepada orang tua, tetapi subsidi dari negara.
Namun apa lacur? Pada zaman mantan Presiden Gus Dur, yang dikenal sebagai seorang populis dan humanis dan di masa lalu memberikan perhatian besar kepada dunia pendidikan, anggaran pendidikan dalam APBN 2001 justru amat kecil.
Kita pun merasakan 32 tahun pendidikan berjalan sebagai realitas pembungkaman anak didik. Kesadaran kritis mereka dinafikan untuk status quo penguasa yang tidak mau dikritik dan kekuasaannya diganggu. Jangankan orang miskin dapat bersekolah secara memadai, untuk mengenal realitas kemiskinan mereka sendiri saja hampir tidak memungkinkan.
Sekarang saja, sistem pendidikan yang ada masih kaku, sentralistis, serta dibelenggu oleh kurikulum dan penyeragaman. Fatalnya, pemandulan kreasi oleh guru itu memperoleh legitimasi dan penyeragaman.
Pemandulan kreasi oleh guru itu memperoleh legitimasi kaum berkuasa karena sekolah memang dijadikan salah satu tempat untuk pembungkaman kritik. Tragisnya, sekolah berubah menjadi representasi kaum elite politis terutama selama 32 tahun Orde Baru berkuasa. Sekolah menjadi kesempatan pembungkaman kesadaran yang bertolak belakang dari cita-cita para pejuang kemerdekaan.
Di pihak lain, sekolah lebih menjadi legitimasi sekelompok elite sosial politik lewat sistem pendidikan yang manipulatif serta menutup jalan terjadinya kreativitas. Karenanya, tidaklah mungkin terjadi perkembangan dan perubahan, kalau orang sudah kehilangan kesadaran.
Sampai saat ini potret muram dunia pendidikan menjadi kegelisahan banyak orang, pendidikan dengan amat mudah diperalat untuk melayani kepentingan masyarakat elitis semata. Pendidikan lebih sebagai tempat yang menyediakan tenaga kerja untuk sekelompok kecil masyarakat, dan bukan sebagai agen dan pelaku perubahan dalam kehidupan masyarakat. Tengok saja sekolah-sekolah kaya di kota-kota besar pada musim pendaftaran siswa baru seperti sekarang ini, hanya kelas menengah ke ataslah yang bisa masuk. Dengan biaya yang mahal, persyaratan yang rumit -- pendidikan bagi kaum miskin tidak pernah terwujud.
Padahal, dalam konteks ini, pendidikan bukan pertama-tama melayani masyarakat, melainkan membantu kelahiran manusia-manusia dewasa dan matang sehingga kelak dengan bebas dan sadar membantu masyarakatnya. Kita masuk dalam suatu fenomena globalisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dengan tiba-tiba kita memasuki budaya instan. Pola yang tertanam dalam masyarakat akan lapangan kerja dengan persyaratan tertentu, jabatan dengan gelar tertentu "merayu" model pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan 'kebutuhan' pasar.
Gagasan itu menekankan anak didik harus mempunyai persambungan dengan lingkungan hidupnya, baik itu sosial, alam maupun
Kemampuan itulah yang membantu manusia beradaptasi dengan lingkungan. Anak didik adalah manusia, karenanya harus diperlakukan dengan hati-hati.
Ia mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak siap.
Di tengah beragam keprihatinan akan situasi bangsa dewasa ini, bagaimanapun pendidikan untuk si miskin patut memperoleh perhatian secara seksama dan serius.
Jika tidak, mereka akan dengan mudah diperalat kaum berkuasa untuk kepentingannya sendiri. Pendidikan yang tidak merata juga menyebabkan tidak meratanya akses untuk menikmati kue pembangunan, informasi dan tegasnya reformasi menuju demokratisasi tidak segera terwujud. Indikasi ke arah itu amat jelas. Lambannya reformasi juga disebabkan oleh minimnya orang terdidik yang mampu menjadi penggerak. Dalam bahasa yang sederhana tidak ditemukan orang yang sudah mengendap untuk membawa perubahan di negeri ini. Pengelola pendidikan, yayasan dan pemerintah mesti memberikan perhatian kepada kaum miskin.



Masalah Kesehatan Lingkungan dan Profesi Kesehatan Masyarakat

Globalisasi harus dijadikan agenda baru kesehatan masarakat ketika Indonesia memasuki abad 21. Globalisasi akan memberikan dampak yang sangat luas kepada Indonesia. Dampak globalisasi diperkirakan dapat memberikan pengaruh baik terhadap penggunaan teknologi kesehatan, sistim pelayanan, penyakit penyakit baru, hingga kondisi sosial kemasyarakatan lainnya. Dengan kata lain mau tidak mau, dampak globalisai harus menjadi salah satu prioritas area garapan bidang kesehatan di Indonesia.
            Globalisasi, seperti halnya revolusi industri pada abad 19 menentukan agenda baru kesehatan masyarakat didunia (Baum, 2002) dan juga jenis serta kualifikasi ketenagaan. Ketika itu Revolusi Industri telah mengubah dunia yang pada akhirnya muncul berbagai jenis ketenagaan kesehatan untuk menghadapinya.
Teknologi juga akan menjadi kata kunci. Perubahan teknologi akan bergerak dengan cepat. Karena teknologi baik software maupun hardware adalah faktor risiko kesehatan, maka akan terjadi perubahan masalah kesehatan yang sangat massive dan cepat. Sedangkan modal adalah penentu teknologi, penentu lapangan kerja peningkatan sosial ekonomi yang pada akhirnya kesehatan (Baum, 2002). Salah satu teknologi yang bergerak luar biasa cepat adalah teknologi komunikasi. Globlasisasi juga akan merambah budaya, berbagai gerakan sosial, fashion, image. Dalam bidang pendidikan keluarga, peran orang tua bisa menurun, akibat anak anak kita akses informasi secara langsung melalui internet.
Globalisasi kini juga tidak saja dalam bidang ekonomi, namun juga di bidang politik. Ada pemerintahan bayangan di dunia yang mengatur kehidupan kita, seperti World Trade Organization (WTO), General Agreement on Tariff, General Agreement on Trade and Services. Super Bodies semacam ini bisa melemahkan kewenangan pemerintahan sebuah negara.
Pengaruh globalisasi terhadap kesehatan
Kimball (2005), melihat dengan adanya globalisasi berbagai komoditas berbagai ragam barang terlihat bergerak dengan cepat dari satu negara keberbagai penjuru dunia, dengan cara diam diam namun memberikan dampak berjangka panjang seperti HIV dan sapi gila (mad cow). Dengan kata lain dalam perspektif penyakit, globalisasi bisa menyimpan bom waktu berupa ledakan penyakit, yang semula tidak nampak tapi suatu ketika akan merupakan beban berat bagi negara yang terkena. Diperkirakan masalah masalah seperti ini akan menimbulkan masalah dunia dimasa yang akan datang. Menghadapi masalah global semacam ini, yakni penyebaran penyakit berbahaya secara global, Martin (2005) mengemukakan bahwa penyebaran penyakit diperkirakan justeru akan memberikan dampak sebaliknya terhadap proses globalisasi.
Dengan adanya globalisasi berbagai masalah negara termasuk penyakit semakin borderless. Masalah kesehatan di sebuah wilayah terpencil bisa menjadi masalah dunia. Masalah SARS yang semula ada di Guangdong, China menjadi masalah Global. Masalah flu burung yang ada di sebuah dusun di sebuah wilayah di pulau Jawa, bisa menjadi masalah global. Untuk itu dalam menghadapi masalah masalah global yang cenderung lintas batas, diperlukan kerjasama antar negara dalam menangani berbagai masalah kesehatan.
Trickle down effect
Meskipun secara umum globalisasi memiliki potensi dampak negatif namun ada juga sisi positifnya. Dari sisi positif, sesuai harapan para perancang globalisasi, kebijakan globalisasi dapat meningkatkan perdagangan dan perekonomian, sehingga lapangan pekerjaan dan pendapatan diberbagai negara akan meningkat. Dengan peningkatan perekonomian diharapkan ada peningkatan kesejahteraan rakyat termasuk didalamnya derajat kesehatan masyarakat.  Namun dari pandangan tersebut, dampak positif masih menyimpan potensi dampak negatif, yakni masalah pemerataan pendapatan yang ujungnya tentu kesenjangan derajat kesehatan. Selain itu kelompok ini juga berpendapat bahwa yang diperkirakan paling diuntungkan adalah para pemilik trans national company (TNC) beserta para pemodalnya, bukan masyarakat pada umumnya. Keuntungan akan menumpuk pada kelompok tertentu dan negara tertentu. Globalisasi hanya menimbulkan dampak positif terhadap siapapun yang sudah siap. Ibarat gerbong kereta tetap akan ada yang didepan ada yang dibelakang. Ada yang menjadi pemimpin yang akan menarik kelompok lain yang tetap menjadi pengikut. Tidak mungkin semua negara akan menjadi penarik gerbong dan tidak mungkin semua menjadi pengikut. Trickle down effect diharapkan akan terjadi. Dampak positif lain, korupsi dinegara berkembang menjadi berkurang.
Globalisasi Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang bisa memberikan dampak terhadap berbagai komponen lingkungan hidup lainnya. Di antara komponen linkungan hidup yang paling sering berinteraksi dengan manusia dan kehidupan lainnya adalah :

  1. Udara, baik dirumah dijalan maupun ditempat kerja serta rekreasi
  2. Air baik untuk keperluan minum, mandi, maupun rekreasi
  3. Pangan baik produk pertanian maupun makanan olahan

Dunia begitu khawatir terhadap penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan yang pada akhirnya memberikan dampak kesehatan. Dalam pertemuan dunia di Johannesburg ditargetkan bahwa pada tahun 2020, merupakan target untuk dunia bebas penggunaan bahan kimia dan logam berat, yang membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan (Schirnding, 2005)
Dampak pencemaran lingkungan atau perubahan kualitas lingkungan terhadap kesehatan masyarakat dapat digambarkan kedalam sebuah paradigma atau model sebagai berikut:
Apakah dampak bagi jenis ketenegaan kesehatan lingkungan?
  1. Globalisasi ketenagaan. Tenaga akan mengalir searah dengan modal dan kemakmuran. Globalisasi akan menyebabkan negara negara semakin menyatukan sistem, dalam hal ini (mungkin) sistim kapitalisme dengan segala accessories dan metamorfosisnya. Akan terjadi desakan untuk memiliki standard kompetensi internasional. Negara berkembang akan di "jajah" oleh tenaga asing yang "konon" lebih profeional. Tenaga tenaga dari Singapore, Jepang, Eropa mendukung teknologi merka. Profesi lain mengkutinya. Dokter harus memiliki standard internasional, demikian pula ahli kesehatan lingkungan.
  2. Diperlukan tenaga sarjana dan spesialis kesehatan lingkungan yang memahami pengetahuan dasar seperti genetic, ilmu ilmu yang tergabung kedalam ilmu hayati atau biologi (psikologi, sosiologi, budaya?) manusia yang harus di lindungi, identifikasi potensi bahaya baik pada sisi manusia (kelemahan secara genetik, biologis pada manusia, psikologi, sosiologis) maupun memahami dan mengukur potensi bahaya lingkungan (air, udara, pangan, serangga dan binatang, manusia itu sendiri sbg pemindah/penular penyakit), identifikasi kelompok manusia mana, identifikasi di wilayah mana,  melakukan pengukuran, mampu memahami dan menyusun standard normalitas, melakukan analisa, menarik kesimpulan, mencari solusi pencegahan dan penyelesaian, memahami prinsip prinsip engineering untuk solusi, memahami kebijaksanaan, politik kesehatan, baik pada skala global, regional, lokal. Deeretan requirement ini terus berkembang, sesuai perkembangan permasalahan.
 Jenis ketenagaan akan memiliki atau diperlukan  2 mainstream :
  1. makro lingkup nasional, kebijakan, regional, risk management, tata ruang, tata kota, perencanaan kota sehat
  2. mikro : sanitarian (public health inspector) lingkungan pemukiman, tempat umum dan pariwisata, tempat kerja (industrial hygienist), serta basic environmental health science
            Diperlukan jenis ketenagaan dan jenis pendidikan profesi kesehatan lingkungan. Profesi asal kata dari profesio, artinya di kenal recognized oleh orang lain, berkaitan dengan talenta seseorang, (unsur profesi, memiliki body of knowledge, mahir, ada unsur ketrampilan, skill, arts, leverage) bukan mengaku aku ahli, sebutan, gelar atau pemalsuan fraud, plagiarisme, apalagi fabrication.
            Berbagai jenis ketegaan kesehatan lingkungan harus memiliki kompetensi yang jelas sesuai dengan kebutuhan perkembangan permasalahan diatas.
 Kompetensi Tenaga Kesehatan Lingkungan
            Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas tugas dibidang tertentu (SK Mendiknas, 045/U/2000). Bagi institusi pendidikan (pengembangan kurikulum), Bagi pengguna (misalnya industri, pabrik, dinas kesehatan, dinas lingkungan hidup kabupaten dll), Bagi mahasiswa, Bagi Depdiknas( kriteria standarisasi akreditasi), Program adaptasi LN Elemen elemen komptensi kesehatan lingkungan yang diperlukan adalah,
  • Landasan kepribadian yng kuat
  • penguasaan ilmu dan ketrampilan
  • kemampuan berkarya
  • sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang di kuasai
  • pemahaman kaidah kehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam berkarya
 §  Pendidikan KL, pola nya adalah:
  • minimum pendidikan sarjana S1 plus pendidikan profesi (seperti dokter atau psikolog atau insinyur, rata rata di dahului sarjana teknik sarjana kedokteran, sarjana psikologi), maka profesi kesling di dahului dengan sarjana kesehatan lingkungan. Profesinya adalah : Spesialis Kesehatan Lingkungan, atau kalau mau disebut juga sebagai Sanitarian. Dan di usulkan ada jenis kategori profesi ahli : Manajemen Risiko nama nya, Ahli Risiko Lingkungan yang bisa bekerja di Dinas Lingkungan, Perencanaan lingkungan, kesling dll. sarjana S1 non profesi, tetapi daapt berperan di bidang lain, misal KLH. Sarjana S1 non profesi, tetapi berminat kepada kebijakan & manajemen bidang KL. Sarjana S1 yang tidak mengambil jalur profesi, tetapi melanjutkan ke S2-S3 (sebagai ilmuwan) harus bisa dimungkinkan
§  Kesehatan Lingkungan sebagai profesi, harus bisa mandiri harus bisa mencari uang dengan profesinya seperti praktek dokter, praktek psikologi, bagaimana dengan profesi sanitarian? Profesi Kesehatan Lingkungan, apakah bisa seperti NURSE, perawat, bidan?, harus percaya diri dengan profesinya, harus dapat bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya, bukan bekerja di bidang lain (harus bisa menemukan jati diri). Yang harus dibenahi: kompetensi KL
Gambaran Kebutuhan
Berkaitan dengan globalisasi serta pasar bebas, terdapat tuntutan pasar mengenai produk dan jasa yang ramah lingkungan. Oleh karena itu  pengembangan produk yang ramah lingkungan memerlukan tenaga ahli KL yang profesional untuk mengatasi masalah lingkungan dan kesehatan. Ketidakmampuan tenaga ahli kesehatan lingkungan mendukung produksi tenaga ahli, memungkinkan datangnya tenaga ahli kesehatan lingkungan asing ke Indonesia. Kedua memberikan peluang pendidikan asing masuk di Indonesia.
            Untuk mengantisipasi hal tersebut, Program Studi Kesehatan Lingkungan bermaksud untuk menyediakan lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan para tenaga ahli yang datang dari luar negeri. Selain memiliki kemampuan dan keahlian yang kompetitif, para lulusan ini diharapkan lebih peka dan lebih memahami permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia. Sehingga akan mampu berperan aktif sebagai tenaga profesional dalam pembangunan di Indonesia, khususnya dalam bidang kesehatan lingkungan.Sementara itu, berbagai permsalahan di dalam negeri cenderung meningkat. Pembangunan wilayah yang diselenggarakan oleh Kabupaten dan Kota, memerlukan tenaga tenaga yang memiliki keahlian Tata Laksana Risiko Lingkungan.
            Besarnya kebutuhan akan tenaga professional bidang kesehatan lingkungan dapat dilihat dari masih banyaknya posisi-posisi ahli kesehatan lingkungan yang harus diisi pada berbagai institusi dan organisasi, baik pemerintah maupun swasta, antara lain sebagai berikut.
  • Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), tenaga ahli kesehatan lingkungan yang profesional serta peka terhadap masalah sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isyu pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di berbagai wilayah di Indonesia.
  • Ikatan Pengusaha Pembasmi Hama Indonesia (IPHAMI), tenaga ahli kesehatan lingkungan yang profesional serta peka terhadap masalah sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isyu risiko penggunaan obat anti hama bagi kesehatan manusia.
  • Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), tenaga ahli kesehatan lingkungan yang profesional serta peka terhadap masalah sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isyu pencemaran lingkungan dan dampak kesehatan masyarakat akibat aktivitas pertambangan.
  • Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), tenaga kesehatan lingkungan yang profesional sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan keamanan makanan dan isyu makanan sehat.
  • Palang Merah Indonesia (PMI) dan Palang Merah Internasional (Red Cross, ICRC), tenaga kesehatan lingkungan yang profesional dan peka terhadap masalah, sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah sanitasi lingkungan di lokasi bencana untuk mencegah timbulnya Outbreak penyakit menular seperti ISPA, diare, malaria dan DHF, dll.
  • Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan, yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia, dari tingkat propinsi hingga tingkat desa. Tenaga ahli kesehatan lingkungan yang profesional serta peka terhadap masalah sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai isyu kesehatan lingkungan yang bersifat local spesific dan sangat beragam di berbagai wilayah di Indonesia
  • Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Dengan semakin kompleksnya masalah kesehatan lingkungan yang ditemui pada daerah pemukiman penduduk, maka tingkat kebutuhan akan tenaga kesehatan lingkungan yang kritis dan kreatif semakin tinggi.
  • Kantor Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Pengendali Lingkungan Daerah (Bapedalda). Sejalan dengan semakin giatnya pembangunan dan pengembangan industri-industri di Indonesia, maka KLH dan Bapedalda harus diisi oleh tenaga-tenaga ahli kesehatan lingkungan yang kritis, tangguh, dan independen untuk mengendalikan dampak negatif pembangunan, serta mengarahkan kepada pembangunan yang berwawasan lingkungan.
  • LSM lingkungan.
  • Kasus kasus persengketaan lingkungan yang memerlukan bantuan professional bidang hukum lingkungan
  • Tenaga Konsultan Mandiri - yang memberi pelayanan kepada klien, mulai dari persengkataan lingkungan, bahan berbahaya, audit kesehatan masyarakat (audit kesehatan lingkungan), analisis risiko kesehatan lingkungan, pengukuran lingkungan kerja (industrial hyigine)
  • Sektor informal - small and medium enterprises
  • Laboratorium kesehatan dan lingkungan, seperti Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dep Kes, maupun laboratorium swasta.
  • Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), di mana KKP merupakan sebuah institusi yang mengawasi dan mengendalikan masuknya penyakit-penyakit maupun vektor penyakit yang terbawa dari luar wilayah Indonesia melalui transportasi laut maupun udara. Pada beberapa tahun belakangan ini terbukti bahwa KKP memegang peranan amat penting dalam mencegah masuknya penyakit-penyakit berbahaya dari wilayah Indonesia, seperti SARS, Avian disease, Penyakit Kuku dan Mulut, dan beberapa penyakit lainnya. Dengan semakin ramainya transportasi melalui gerbang-gerbang pelabuhan di berbagai wilayah Indonesia, maka semakin besar pula kebutuhan akan tenaga kesehatan lingkungan yang profesional untuk ditempatkan di KKP.



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pembelajaran   : SMA
Mata Pelajaran                        : Bahasa Indonesia
Kelas                           : XI
Semester                      : 1 (satu)

A.    Standar Kompetensi
Membaca : memahami ragam wacan tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring.
B.     Kompetensi Dasar
Menemukan perbedaan paragraph induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif.
C.     Indikator
1.      Kognitif
a.       Proses
-          Mampu menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama dalam paragraph
-          Mampu menemukan  kalimat penjelas yang mendukung gagasan tokoh
-          Mampu menemukan paragraf induktif dan deduktif
-          Mampu menjelaskan perbedaan paragraf induktif dengan deduktif
-          Mampu mengidentifikasi frasa nominal dalam paragraf induktif dan deduktif.
2.      Produk
-          Menemukan perbedaan paragraf induk induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif.
3.      Afektif
a.       1. Tanggung jawab
2. tekun
3. kreatif
4. kritis
5. berani
b.  Keterampilan sosial
-      berbahasa santun dan komunikatif
D. Tujuan Pembelajaran
1. kognitif
a. Proses
setelah membaca cuplikan paragraf yang diberikan siswa diharapkan:
-          Mampu menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
-          Mampu menemukan kalimat penjelas yang mendukung gagasan utama
-          Mampu menemukan paragraf induktif dan deduktif
-          Mampu mengidentifikasi frasa nominal dalam paragraf indukif dan deduktif.
b.      Produk
Setelah membahas dan mendiskusikan cuplikan paragraf di atas siswa dapat:
-          Mampu menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
-          Mampu menemukan kalimat penjelas yang mendukung gagasan utama
-          Mampu menemukan paragraf induktif dan deduktif
-          Mampu mengidentifikasi frasa nominal dalam paragraf indukif dan deduktif.
2. Psikomotor
Setelah mendiskusikan dan berlatih siswa diharapkan dapat:
-          Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktid melalui kegiatan membaca.
3.      Afektif
a.       Karakter
Dengan arahan, bimbingan, dan motivasi yang diberikan oleh guru siswa diharapkan dapat terlibat secara aktif dan produktif baik dalam proses pembelajaran di kelas pada umumnya maupun dalam melaksanakan tugas kelompok maupun mandiri dengan memperlihatkan kemajuan berperilaku positif yang meliputi tanggung jawab, tekun, kreatif, kritis, berani.
b.      Kecakapan sosial
Dengan arahan, motivasi, dan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru di kelas siswa diharapkan inisiatif dalam tugas kelompok, berbahasa santun dan komunikatif.
D.    Materi Pembelajaran
Paragraf yang berpola deduktif dan induktif :
-          Kalimat utama
-          Kalimat penjelas
-          Kalimat kesimpulan
-          Cirri paragraf deduktif dan induktif
-          Perbedaan deduktif dengan induktif.
E.     Model dan Metode Pembelajaran
1.      Pendekatan                                   : Pembelajaran kontekstual
2.      Model pembelajaran                      : STAD
3.      Metode                                          : Diskusi kelompok dan penugasan
F.      Bahan dan Media
-          Buku yang terkait dengan paragraf
-          Artikel/berita dari media cetak/elektronik.
G.    Alat
-          Spidol
-          Sebuah cuplikan paragraf
-          Pedoman Penilaian dan Penskoran
-          Format Evaluasi.

H.    Skenario Pembelajaran
No.
Kegiatan






1
2
3
4
A
Kegiatan Awal
Tahap 1 (5 menit): pemancingan dengan mula-mula menanyakan kesiapan belajar siswa, lalu menanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf dan bagaimana menentukan paragraf deduktif dan induktif.
Tahap 2 (5 menit): pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang bagaimana menentukan paragraf induktif dan deduktif  yang tepat kemudian diakhiri dengan penugasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran.




B
Kegiatan Inti (60 menit)
Tahap 1 (30 menit): masing-masing kelompok membacakan paragraf melalui kegiatan membaca tersebut setiap kelompok diminta menemukan paragraf induktif dan deduktif dalam paragraf kemudian menuliskan hasil temuannya pada LKS 1: proses yang telah disediakan oleh guru. Secara berkelompok menyajikan hasil kerjanya untuk ditanggapi dan dikoreksi. Ketika peserta melakukan kegiatan guru melakukan kegiatan pemantauan dan penilaian proses. Memberikan masukan perbaikan dan layanan konsultasi.
Tahap 2 (30 menit): dengan menggunakan hasil kerja kelompok pada LKS 1 : Kognitif proses mampu menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca.





LKS 2: kognitif produk yang telah disediakan guru, secara bergilir menjelaskan perbedaan paragraf induktif dengan deduktif. Kognitif produk. Ketika peserta melakukan kegiatan guru melakukan pemantauan dan penilaian proses, memberikan masukan perbaikan dan layanan konsultasi.




c
Kegiatan akhir (10 menit)
Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan;
Siswa diminta menyampaikan pesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai diikuti.






I.       Sumber Pelajaran
-          Lembar kerja siswa
-          Silabus
-          Buku siswa
J. Evaluasi dan Penilaian
1. Evaluasi
a. Evaluasi proses : dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas peserta (siswa) dalam mengidentifikasi karakter tokoh, kegiatan Tanya jawab.
b. Evaluasi hasil: dilakukan berdasarkan analisis hasil pengerjaan tugas kelompok,      dan pengamatan untuk keterampilan.
2. Penilaian
a. jenis tagihan :
- Tugas kelompok : LKS
c.    Bentuk instrument Penilaian:
-  Uraian bebas
-  Pilihan ganda
-  Jawaban singkat.