Kamis, 22 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMAN I LAWA. Upaya ini berangkat dari masalah yang terjadi atau fakta yang menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman siswa masih rendah. Menurut guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMAN I LAWA, untuk aspek membaca pada akhir tahun pelajaran 2010 nilai ulangan harian siswa kelas XI tidak menunjukkan ketuntasan sebab dari 40 siswa hanya 15 siswa yang mencapai nilai lebih dari 69 dan 25 siswa tidak mencapai nilai 69 atau masih berada di bawah nilai criteria ketuntasan minimal yaitu 69. Ketidaktuntasan pembelajaran membaca tersebut tidak terlepas dari strategi pembelajaran membaca yang cenderung mengarahkan siswa hanya untuk sekedar mengetahui informasi tertentu dari wacana. Bentuk konkrit dari pembelajaran membaca yang dialami siswa adalah membaca wacana dan kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mencari informasi yang ditanyakan ke dalam wacana. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti berupaya untuk memberikan solusi berupa penerapan model pembelajaran yang dapat melatih pemahaman siswa sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu tetapi juga mengerti secara komprehensif makna yang terkandung di dalam sebuah wacana. Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER merupakan model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman. Peneliti memiliki harapan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER tersebut, masalah rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa dapat ditingkatkan. Di samping itu, peneliti ingin mengembangkan wawasan tentang model pembelajaran yang tepat untuk ,mengatasi masalah pembelajaran membaca di kelas. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe MURDER dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Bagi lembaga pendidikan, siswa SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk dapat melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Bagi guru bahasa Indonesia kelas XI SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mengelola pembelajaran secara efektif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Membaca Hutabarat memandang membaca sebagai proses menerjemahkan symbol untuk mendapatkan ide (Tarigan, 1990: 24). Dari pendapat Hutabarat tersebut dapat dijelaskan bahwa membaca adalah sebuah proses memperoleh ide-ide dari apa yang dibaca melalui proses penerjemahan symbol-simbol. Pengertian lain tentang membaca dikemukakan oleh Nurhadi yang mengatakan, “Membaca adalah proses sensual yang kompleks dan yang meliputi factor dari dalam diri dan dari luar diri pembaca. Factor dari dalam diri pembaca merupakan factor interaksi di dalam proses membaca. Pengaruh dari luar berarti suatu yang berhubungan dengan materi bacaan” (Rusli, 1995:12). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses yang dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan eksternal pembaca. Factor internal adalah kemampuan pembaca memahami lambang-lambang yang mengandung gagasan dari materi bacaan, sedangkan factor eksternal adalah materi bacaan itu sendiri. 2.2 Pengertian Pembelajaran Ratumanan (2004:5) mengemukakan cirri pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: 1. Mengaktifkan motivasi. 2. Memberitahukan tujuan pembelajaran. 3. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental. 4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa. 5. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final. 6. Menghargai hasil kerja siswa dan memberikan umpan balik. 7. Menyediakan aktifitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya kontruksi pengetahuan. 2.3 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif mencakup sekelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Tidak cukup menunjukkan sebuah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif antara lain: a. Para siswa harus merasa bahwa mereka adalah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. b. Para siswa harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu sendiri. c. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya. d. Para siswa harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya (Suherman, dkk., 2003:260). Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur dasar serta cirri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup semati. 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. 5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama, selama proses belajarnya. 7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual, materi yang ditangani oleh kelompok kooperatif (Lungdern dalam Isjoni, 2007:13). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arend (1997:111-112), antara lain: 1. Hasil belajar akademik, di mana model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam tugas-tugas akademik serta dapat membantu siswa memahami konsekonsep yang sulit. 2. Penerimaan terhadap perbedaan individu, di mana model pembelajaran kooperatif member peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan belajar untuk menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial, di mana model pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kooperatif dan kemampuan kerja sama. Untuk lebih jelasnya mengenai model pembelajaran kooperatif, berikut ini dikemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada table 2.1. Table 2.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demondtrasi atau melalui bahan bacaan Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Fase 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelpmpok mempersentasekan hasil kerjanya Fase 6 Memberikan penghargaan Gutu mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. (Ratumanan, 2004: 128). 2.4 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe MURDER 2.4.1 Pengertian MURDER Berangkat dari latar belakang masalah, untuk mengembangkan system belajar yang efektif dan efisien diterapkan strategi belajar MURDER yang diadaptasi dari buku karya Bob Nelson “The Complete Problem Solver” yang merupakan gabungan dari beberapa kata yang meliputi: 1. Mood (Suasana Hati) Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang jika siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Ranah suasana hati juga memiliki dua skala, yaitu sebagai berikut: a. Optimism, yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, optimism berarti makna kemampuan melihat sisi tentang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun kita berada dalam kesulitan. b. Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan (Uno, 2006:82). Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsure-unsur kesehatan, kedua, melalui pengelolaan yang hidup dan bervariasi yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan (Sanjaya, 2006:132). 2. Understand (Pemahaman) Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dikatakan bahwa pemahaman adalah mengerti benar atau mengetahui benar. Pemahaman dapat diartikan juga menguasai materi tertentu dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi. Dalam belajar unsure pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsure-unsur yang lain. Dengan motivasi, konsentrasi dan reaksi, maka subyek belajar dapat mengembangkan fakta-fakta, ide-ide, atau keterampilan kemudian dengan unsure organisasi, maka subyek belajar dapat menata hal-hal tersebut secara bertautan bersama menjadi suatu pola yang logis. Perlu diingat bahwa pemahaman, tidaklah hanya sekedar tahu akan tetapi juga menghendaki agar subyek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipelajari dan dipahami. Kalau sudah demikian maka belajar itu bersifat mendasar. Kemudian perlu ditegaskan bahwa pemahaman itu bersifat dinamis, dengan ini diharapkan subyek belajar akan bersifat kreatif. Ia akan menghasilkan imajinasi dan pikiran yang tenang, akan tetapi apabila subyek belajar betul-betul memahami materi yang disampaikan oleh para gurunya, maka mereka akan siap memberikan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar (Sardiman, 1996:42). 3. Recalling (Pengulangan) Mengulang adalah usaha aktif untuk memasukkan informasi ke dalam ingatan jangka panjang. Ini dapat dilakukan dengan “mengikat” fakta ke dalam ingatan visual, auditorial, atau fisik. Melakukan kegiatan recalling tidak hanya terhadap pengetahuan tentang fakta, tetapi juga mengingat akan konsep yang luas, generalisasi yang telah didistribusikan, definisi, metode dalam mendekati masalah. Recalling bertujuan agar siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali informasi yang telah mereka terima (Djamarah, 2005:108). 4. Detecting (Mendeteksi Kekurangan) Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur sejauh mana siswa dapat mendeteksi kekurangan-kekurangannya pada saat melakukan pengulangan. Hasil dari proses deteksi tersebut dapat melengkapi pengetahuan yang bersumber dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam system pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. 5. Elaborating (Pengembangan) Pengembangan merupakan hasil kumulatif daripada pembelajaran. Hasil dari proses pembelajaran adalah perubahan perilaku siswa. Yang perlu diingat ialah bahwa perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah perubahan secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek saja. Beberapa pakar menyebutkan adanya beberapa jenis perilaku sebagai hasil pembelajaran. 6. Reviewing (Mempelajari Kembali) Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran setelah diberikan tafsiran. Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai factor yang meliputi factor individu, factor sesuatu yang harus diingat, dan factor lingkungan. Dari individu, proses mengingat akan lebih efektif apabila individu memiliki minat yang besar, motivasi yang kuat, memiliki metode tertentu dalam pengamatan dan pembelajaran. 2.4.2 Tujuan Pembelajaran MURDER Pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Dari pernyataan tersebut mereka mengajarkan bagaimana belajar merupakan tujuan pendidikan yang amat penting dan utama, namun tidak banyak para pendidik yang mampu mewujudkan ini. Untuk itu mengajaran strategi diajarkan dengan tujuan agar siswa mampu untuk belajar secara mandiri dan memonitor belajar mereka sendiri, sehingga menjadi pembelajar mandiri yang dapat melakukan empat hal sebagai berikut: 1. Secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu. 2. Memilih suatu strategi belajar untuk menyelesaikan masalah belajar tertentu yang dihadapi. 3. Memonitor keefektifan belajar tersebut. 4. Termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalah tersebut selesai (Muhammad Nur, 2004:5). 2.4.3 Langkah-langkah dalam Strategi Belajar MURDER Berdasarkan dari pengertian di atas mengenai strategi belajar MURDER, maka dalam pembahasan ini merupakan langkah-langkah penerapan strategi belajar MURDER adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama berhubungan dengan suasana hati (Mood) adalah ciptakan suasana hati yang positif untuk belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menentukan waktu, lingkungan dan sikap belajar yang sesuai dengan kepribadian siswa. 2. Langkah kedua berhubungan dengan pemahaman adalah segera tandai bahan pelajaran yang tidak dimengerti. Pusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut atau ada baiknya melakukan bersama beberapa kelompok latihan. 3. Langkah ketiga berhubungan dengan pengulangan adalah setelah mempelajari satu bahan dalam suatu mata pelajaran, segeralah berhenti setelah itu, ulangi membahas bahan pelajaran itu dengan kata-kata siswa. 4. Langkah keempat yang berhubungan dengan mendeteksi kekurangan saat pengulangan adalah mencatat kekurangan-kekurangan pada saat siswa melakukan pengulangan. Diskusikan dengan guru atau teman kelompok. 5. Langkah kelima berhubungan dengan pengembangan adalah menghubungkan materi pelajaran dengan kenyataan-kenyataan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengalaman siswa. 6. Langkah keenam yang berhubungan dengan review adalah pelajari kembali materi pelajaran yang sudah dipelajari (Susilo, 2006:158). 2.5 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan dalam skema berikut: Masalah pembelajaran membaca pemahaman Siswa: - partisipasi siswa dalam proses pembelajaran rendah Guru: - kurang memperhatikan kualitas proses pembelajaran Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER yang memotivasi aktifitas siswa dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar Kompetensi Dasar Merespon makna yang terdapat dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana berbentuk deskriptif secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat. Materi Pembelajaran Teks tulis fungsional pendek sangat sederhana berbentuk deskriptif Proses Pembelajaran Guru: Pengelolaan pembelajaran Siswa: Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Evaluasi : Proses dan Hasil belajar Output: Kemampuan guru mengelola pembelajaran, Aktifitas siswa dalam proses pembelajaran, dan hasil belajar 2.6 Hipotesis Tindakan Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA”. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI SMAN I LAWA pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012. 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan memberikan penekanan pada kualitas proses pembelajaran secara kritis dan kolaboratif. Metode ini dianggap mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran di kelas dengan melihat berbagai indicator keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam melakukan penelitian, peneliti bekerjasama dengan guru bahasa Indonesia lainnya di kelas XI SMAN I LAWA di mana peneliti melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER dan guru melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran. Oleh karena itu, bentuk PTK yang dilaksanakan termasuk PTK kolaboratif partisipatoris. 3.3 Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah: 1. Siswa kelas XI SMAN I LAWA pada semester ganjil yang terdaftar pada tahun pelajaran 2011/2012. Siswa di kelas tersebut berjumlah 40 orang. 2. Peneliti sebagai guru yang melaksanakan proses pembelajaran membaca melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER. 3. Seorang guru bahasa Indonesia yang berperan sebagai pengamat saat peneliti melaksanakan rencana pembelajaran. 3.4 Faktor yang Diselidiki Untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka factor yang diselidiki yaitu kemampuan membaca pemahaman siswa untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan setelah mengikuti pembelajaran membaca melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan pengamatan langsung dan teknik tes. Melalui pengamatan langsung dikumpulkan data-data tentang kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Teknik tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan membaca pemahaman siswa. 3.6 Instrumen Penelitian Instrument penelitian ini terdiri atas: 1. Lembar pengamatan siswa untuk siklus I dan II. 2. Lembar pengamatan kegiatan guru untuk siklus I dan II. 3. Tes akhir siklus I dan II berupa tes kemampuan membaca pemahaman. 3.7 Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan guru dan siswa selama pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan skor kemampuan guru melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe MURDER, skor kegiatan siswa dan tingkat ketuntasan belajar siswa. 3.8 Indikator Kinerja Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini ditentukan oleh indicator yaitu: 1. Siswa secara individual dikatakan tuntas belajar jika mencapai nilai lebih dari 69 berdasarkan criteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah. 2. Ketuntasan belajar klasikal dicapai jika 80% siswa mampu mencapai nilai lebih dari 69. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1994. Penelitian Tindakan Kelas, Edisi II. Balai Pustaka Arend, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management. USA: McGraw-Hill Companies Depdiknas, 2008, Bunga Rampai Keberhasilan Guru TK, SD, dan SMP dalam Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Djamara, S.B., dan Aswan Zain, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Jatmiko, 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Deprtemen Pendidikan Nasional. Muhammad Nur, 2004. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Unipress. Ratumanan, T.G., 2004. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: UNESA University Press. Sanjaya, W., 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media. Susilo, J., 2006. Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Uno, H.B., 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Isjoni, 2007. Cooperative Learning. Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penelitian ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMAN I LAWA. Upaya ini berangkat dari masalah yang terjadi atau fakta yang menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman siswa masih rendah.
Menurut guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMAN I LAWA, untuk aspek membaca pada akhir tahun pelajaran 2010 nilai ulangan harian siswa kelas XI tidak menunjukkan ketuntasan sebab dari 40 siswa hanya 15 siswa yang mencapai nilai lebih dari 69 dan 25 siswa tidak mencapai nilai 69 atau masih berada di bawah nilai criteria ketuntasan minimal yaitu 69.
Ketidaktuntasan pembelajaran membaca tersebut tidak terlepas dari strategi pembelajaran membaca yang cenderung mengarahkan siswa hanya untuk sekedar mengetahui informasi tertentu dari wacana. Bentuk konkrit dari pembelajaran membaca yang dialami siswa adalah membaca wacana dan kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mencari informasi  yang ditanyakan ke dalam wacana.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti berupaya untuk memberikan solusi berupa penerapan model pembelajaran yang dapat melatih pemahaman siswa sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu tetapi juga mengerti secara komprehensif makna yang terkandung di dalam sebuah wacana. Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER merupakan model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.
Peneliti memiliki harapan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER tersebut, masalah rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa dapat ditingkatkan. Di samping itu, peneliti ingin mengembangkan wawasan tentang model pembelajaran yang tepat untuk ,mengatasi masalah pembelajaran membaca di kelas.
1.2  Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe MURDER dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA?”
1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER.
1.4              Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:
1.      Bagi lembaga pendidikan, siswa SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk dapat melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Bagi guru bahasa Indonesia kelas XI SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mengelola pembelajaran secara efektif.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Membaca
Hutabarat memandang membaca sebagai proses menerjemahkan symbol untuk mendapatkan ide (Tarigan, 1990: 24). Dari pendapat Hutabarat tersebut dapat dijelaskan bahwa membaca adalah sebuah proses memperoleh ide-ide dari apa yang dibaca melalui proses penerjemahan symbol-simbol.
Pengertian lain tentang membaca dikemukakan oleh Nurhadi yang mengatakan, “Membaca adalah proses sensual yang kompleks dan yang meliputi factor dari dalam diri dan dari luar diri pembaca. Factor dari dalam diri pembaca merupakan factor interaksi di dalam proses membaca. Pengaruh dari luar berarti suatu yang berhubungan dengan materi bacaan” (Rusli, 1995:12).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses yang dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan eksternal pembaca. Factor internal adalah kemampuan pembaca memahami lambang-lambang yang mengandung gagasan dari materi bacaan, sedangkan factor eksternal adalah materi bacaan itu sendiri.
2.2 Pengertian Pembelajaran
Ratumanan (2004:5) mengemukakan cirri pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
1.      Mengaktifkan motivasi.
2.      Memberitahukan tujuan pembelajaran.
3.      Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental.
4.      Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa.
5.      Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final.
6.      Menghargai hasil kerja siswa dan memberikan umpan balik.
7.      Menyediakan aktifitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya kontruksi pengetahuan.
2.3 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mencakup sekelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Tidak cukup menunjukkan sebuah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif antara lain:
a.       Para siswa harus merasa bahwa mereka adalah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b.      Para siswa harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu sendiri.
c.       Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
d.      Para siswa harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya (Suherman, dkk., 2003:260).
Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur dasar serta cirri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.      Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup semati.
2.      Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3.      Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4.      Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5.      Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.
6.      Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama, selama proses belajarnya.
7.      Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual, materi yang ditangani oleh kelompok kooperatif (Lungdern dalam Isjoni, 2007:13).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arend (1997:111-112), antara lain:
1.      Hasil belajar akademik, di mana model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam tugas-tugas akademik serta dapat membantu siswa memahami konsekonsep yang sulit.
2.      Penerimaan terhadap perbedaan individu, di mana model pembelajaran kooperatif member peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
3.      Pengembangan keterampilan sosial, di mana model pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kooperatif dan kemampuan kerja sama.
Untuk lebih jelasnya mengenai model pembelajaran kooperatif, berikut ini dikemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada table 2.1.
Table 2.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase

Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demondtrasi atau melalui bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka  mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelpmpok mempersentasekan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Gutu mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Ratumanan, 2004: 128).
2.4 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe MURDER
2.4.1 Pengertian MURDER
Berangkat dari latar belakang masalah, untuk mengembangkan system belajar yang efektif dan efisien diterapkan strategi belajar MURDER yang diadaptasi dari buku karya Bob Nelson “The Complete Problem Solver” yang merupakan gabungan dari beberapa kata yang meliputi:

1.      Mood (Suasana Hati)
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang jika siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan.
Ranah suasana hati juga memiliki dua skala, yaitu sebagai berikut:
a.       Optimism, yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, optimism berarti makna kemampuan melihat sisi tentang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun kita berada dalam kesulitan.
b.      Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan (Uno, 2006:82).
Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsure-unsur kesehatan, kedua, melalui pengelolaan yang hidup dan bervariasi yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan (Sanjaya, 2006:132).
2.      Understand (Pemahaman)
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dikatakan bahwa pemahaman adalah mengerti benar atau mengetahui benar. Pemahaman dapat diartikan juga menguasai materi tertentu dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi.
Dalam belajar unsure pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsure-unsur yang lain. Dengan motivasi, konsentrasi dan reaksi, maka subyek belajar dapat mengembangkan fakta-fakta, ide-ide, atau keterampilan kemudian dengan unsure organisasi, maka subyek belajar dapat menata hal-hal tersebut secara bertautan bersama menjadi suatu pola yang logis.
Perlu diingat bahwa pemahaman, tidaklah hanya sekedar tahu akan tetapi juga menghendaki agar subyek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipelajari dan dipahami. Kalau sudah demikian maka belajar itu bersifat mendasar.
Kemudian perlu ditegaskan bahwa pemahaman itu bersifat dinamis, dengan ini diharapkan subyek belajar akan bersifat kreatif. Ia akan menghasilkan imajinasi dan pikiran yang tenang, akan tetapi apabila subyek belajar betul-betul memahami materi yang disampaikan oleh para gurunya, maka mereka akan siap memberikan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar (Sardiman, 1996:42).
3.      Recalling (Pengulangan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar