BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI SMAN I LAWA. Upaya ini berangkat dari masalah yang terjadi atau fakta yang menyatakan bahwa kemampuan membaca pemahaman siswa masih rendah.
Menurut guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMAN I LAWA, untuk aspek membaca pada akhir tahun pelajaran 2010 nilai ulangan harian siswa kelas XI tidak menunjukkan ketuntasan sebab dari 40 siswa hanya 15 siswa yang mencapai nilai lebih dari 69 dan 25 siswa tidak mencapai nilai 69 atau masih berada di bawah nilai criteria ketuntasan minimal yaitu 69.
Ketidaktuntasan pembelajaran membaca tersebut tidak terlepas dari strategi pembelajaran membaca yang cenderung mengarahkan siswa hanya untuk sekedar mengetahui informasi tertentu dari wacana. Bentuk konkrit dari pembelajaran membaca yang dialami siswa adalah membaca wacana dan kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mencari informasi yang ditanyakan ke dalam wacana.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka peneliti berupaya untuk memberikan solusi berupa penerapan model pembelajaran yang dapat melatih pemahaman siswa sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu tetapi juga mengerti secara komprehensif makna yang terkandung di dalam sebuah wacana. Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER merupakan model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.
Peneliti memiliki harapan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER tersebut, masalah rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa dapat ditingkatkan. Di samping itu, peneliti ingin mengembangkan wawasan tentang model pembelajaran yang tepat untuk ,mengatasi masalah pembelajaran membaca di kelas.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe MURDER dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa di kelas XI SMAN I LAWA melalui model pembelajaran kooperatif tipe MURDER.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:
1. Bagi lembaga pendidikan, siswa SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk dapat melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Bagi guru bahasa Indonesia kelas XI SMAN I LAWA, dapat memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mengelola pembelajaran secara efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Membaca
Hutabarat memandang membaca sebagai proses menerjemahkan symbol untuk mendapatkan ide (Tarigan, 1990: 24). Dari pendapat Hutabarat tersebut dapat dijelaskan bahwa membaca adalah sebuah proses memperoleh ide-ide dari apa yang dibaca melalui proses penerjemahan symbol-simbol.
Pengertian lain tentang membaca dikemukakan oleh Nurhadi yang mengatakan, “Membaca adalah proses sensual yang kompleks dan yang meliputi factor dari dalam diri dan dari luar diri pembaca. Factor dari dalam diri pembaca merupakan factor interaksi di dalam proses membaca. Pengaruh dari luar berarti suatu yang berhubungan dengan materi bacaan” (Rusli, 1995:12).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses yang dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan eksternal pembaca. Factor internal adalah kemampuan pembaca memahami lambang-lambang yang mengandung gagasan dari materi bacaan, sedangkan factor eksternal adalah materi bacaan itu sendiri.
2.2 Pengertian Pembelajaran
Ratumanan (2004:5) mengemukakan cirri pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
1. Mengaktifkan motivasi.
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran.
3. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental.
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa.
5. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final.
6. Menghargai hasil kerja siswa dan memberikan umpan balik.
7. Menyediakan aktifitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya kontruksi pengetahuan.
2.3 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mencakup sekelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Tidak cukup menunjukkan sebuah pembelajaran kooperatif jika para siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif antara lain:
a. Para siswa harus merasa bahwa mereka adalah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b. Para siswa harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu sendiri.
c. Untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya.
d. Para siswa harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya (Suherman, dkk., 2003:260).
Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa unsure-unsur dasar serta cirri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup semati.
2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama, selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual, materi yang ditangani oleh kelompok kooperatif (Lungdern dalam Isjoni, 2007:13).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arend (1997:111-112), antara lain:
1. Hasil belajar akademik, di mana model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam tugas-tugas akademik serta dapat membantu siswa memahami konsekonsep yang sulit.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu, di mana model pembelajaran kooperatif member peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial, di mana model pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kooperatif dan kemampuan kerja sama.
Untuk lebih jelasnya mengenai model pembelajaran kooperatif, berikut ini dikemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada table 2.1.
Table 2.1: Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase | Tingkah Laku Guru |
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa | Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. |
Fase 2 Menyajikan informasi | Guru menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demondtrasi atau melalui bahan bacaan |
Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok | Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien |
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar | Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka |
Fase 5 Evaluasi | Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelpmpok mempersentasekan hasil kerjanya |
Fase 6 Memberikan penghargaan | Gutu mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. |
(Ratumanan, 2004: 128).
2.4 Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe MURDER
2.4.1 Pengertian MURDER
Berangkat dari latar belakang masalah, untuk mengembangkan system belajar yang efektif dan efisien diterapkan strategi belajar MURDER yang diadaptasi dari buku karya Bob Nelson “The Complete Problem Solver” yang merupakan gabungan dari beberapa kata yang meliputi:
1. Mood (Suasana Hati)
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang jika siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan.
Ranah suasana hati juga memiliki dua skala, yaitu sebagai berikut:
a. Optimism, yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, optimism berarti makna kemampuan melihat sisi tentang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun kita berada dalam kesulitan.
b. Kebahagiaan, yaitu kemampuan untuk mensyukuri kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan untuk bersemangat serta bergairah dalam melakukan setiap kegiatan (Uno, 2006:82).
Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsure-unsur kesehatan, kedua, melalui pengelolaan yang hidup dan bervariasi yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan (Sanjaya, 2006:132).
2. Understand (Pemahaman)
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dikatakan bahwa pemahaman adalah mengerti benar atau mengetahui benar. Pemahaman dapat diartikan juga menguasai materi tertentu dengan pikiran, maka belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofinya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa memahami suatu situasi.
Dalam belajar unsure pemahaman itu tidak dapat dipisahkan dari unsure-unsur yang lain. Dengan motivasi, konsentrasi dan reaksi, maka subyek belajar dapat mengembangkan fakta-fakta, ide-ide, atau keterampilan kemudian dengan unsure organisasi, maka subyek belajar dapat menata hal-hal tersebut secara bertautan bersama menjadi suatu pola yang logis.
Perlu diingat bahwa pemahaman, tidaklah hanya sekedar tahu akan tetapi juga menghendaki agar subyek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipelajari dan dipahami. Kalau sudah demikian maka belajar itu bersifat mendasar.
Kemudian perlu ditegaskan bahwa pemahaman itu bersifat dinamis, dengan ini diharapkan subyek belajar akan bersifat kreatif. Ia akan menghasilkan imajinasi dan pikiran yang tenang, akan tetapi apabila subyek belajar betul-betul memahami materi yang disampaikan oleh para gurunya, maka mereka akan siap memberikan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan atau berbagai masalah dalam belajar (Sardiman, 1996:42).
3. Recalling (Pengulangan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar